OPINI  

Bagaimana Stres Bekerja

Ilustrasi (foto: ist)

Sulselpedia.com, Opini Segala sesuatu yang menimbulkan resiko maupun ancaman bagi kesejahteraan manusia akan menuju pada titik yang namanya stres. Barang tentu hampir kita semua pernah merasakan ini. Respon terhadap stres yang dialami tiap orang pun tentu berbeda-beda. Mulai dari yang biasa-biasa saja hingga yang paling ekstrem, yakni bunuh diri. Secara sederhana, stres merupakan respon mental manusia terhadap tuntutan lingkungan yang melebihi batas kemampuan adaptasi seseorang.

Pierceall dan Kiem dalam penelitiannya berjudul Stress and Coping Strategies Among Community College Students menjelasakan bahwa ada satu kelompok yang memiliki tingkat stres paling tinggi diantara yang lainnya, yakni mahasiswa. Mahasiswa memiliki level stressor yang paling tinggi diantara kelompok lainnya sebab tuntutan akademik sepeti mengerjakan tugas, membaca buku dan jurnal dalam tenggat waktu yang telah ditetapkan dan aktivitas lainnya yang membutuhkan waktu luang. Belum lagi seperti kegiatan ekstrakurikuler yang menambah deretan tekanan.

Peningkatan jumlah stres akademik dapat menurunkan kemampuan akademik yang berpengaruh terhadap indeks prestasi. Beban yang dianggap terlalu berat dapat memicu gangguan memori, konsentrasi, penurunan kemampuan penyelesaian masalah dan kemampuan akademik.

Jika kita pernah menjumpai mahasiswa yang kegiatannya super padat, beban akademik yang berat namun mampu melewatinya, kemudian menanyakan kenapa mahasiswa yang memiliki beban yang terbilang biasa-biasa saja, namun banyak mengeluh tak mampu melewati tuntutan yang ada?

Baca Juga :  Polemik Urgensi Kecakapan berbahasa Inggris di Indonesia

Folkman dan Lazarus merupakan peneliti stres menjawab pertanyaan diatas, bagaimana kita berpotensi mengalami stres. Prosesnya stres dimulai dengan proses kognitif (cognitive appraisals), yaitu evaluasi kognitif mahasiswa apakah suatu lingkungan yang dihadapinya berpotensi mengancam atau tidak. Jika dinilai mengancam, maka individu akan lanjut menggunakan penilaian kedua (secondary appraisals), yaitu menilai sejauh mana sumber daya yang ia miliki mampu untuk mengatasi sumber yang mengancam tersebut.

Jadi, jika cognitive appraisal menyatakan bahwa tugas akademik adalah sumber yang mengancam, namun secondary appraisals-nya menyatakan bahwa dirinya memiliki sumberdaya yang cukup dan mendukung maka ia tidak akan mengalami stres atau stres yang dialaminya rendah.

Baca Juga :  Angka Kehamilan Meningkat, Akses Alat Kontrasepsi Sulit

Individu yang berpikir mereka tidak dapat mengendalikan situasi mereka cenderung mengalami stres lebih besar (primary appraisals). Sedangkan semakin besar kendali yang mahasiswa dapat ia lakukan, semakin kecil kemungkinan stres yang akan individu alami. Cara berpikir mahasiswa akan menentukan sejauh mana dia akan mengalami stres atau tidak.(*)

Penulis: Bambang Pratama. Mahasiswa Fakultas Psikologi UNM angkatan 2015.

Baca artikel terbaru Sulselpedia di Google News