Kepala BNPB Ungkap Tiga Faktor Penyebab Banjir Bandang Luwu Utara

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo (tengah) saat meninjau kondisi pascabencana banjir bandang di Masamba, Luwu Utara, Sulawesi Selatan, Jumat (17/7). (Foto: KOMBEN BNPB/Danung Arifin)

Sulselpedia.com, Luwu Utara – Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo mengungkap tiga faktor yang menjadi penyebab utama banjir bandang Luwu Utara pada Senin (13/7) lalu. Hal itu diungkapkan Doni saat meninjau kondisi pascabencana di Masamba, Luwu Utara, pada Jumat (17/7).

Adapun analisa sementara penyebab terjadinya banjir bandang yang pertama menurut Doni adalah faktor cuaca.

Menurut catatan dan hasil peninjauan, tingginya curah hujan yang terjadi antara tanggal 12 sampai 13 Juli 2020 secara langsung telah menyebabkan Sungai Rongkong, Sungai Meli dan Sungai Masamba meluap.

Hal itu juga diperkuat dengan analisis tim LAPAN melalui monitoring satelit Himawari-8 yang menunjukkan bahwa hujan dengan intensitas tinggi terjadi cukup lama pada Minggu (12/7) sekitar pukul 22.00 WITA hingga Senin (13/6) pukul 06.00 WITA. Kemudian pada siang harinya, hujan lebat kembali terjadi pada pukul 13.00 WITA malam hari.

“Analisa sementara tentunya curah hujan yang sangat besar. Tadi ibu bupati mencatat intensitas hujan antara 200 sampai 300 mm dalam waktu yang sangat singkat, antara tanggal 12 dan 13 Juli 2020,” jelas Doni.

Baca Juga :  Kalbe Lakukan Aksi Peduli Bencana di Masamba

Kemudian, Doni juga melihat adanya alih fungsi hutan menjadi lahan untuk pertanian dan pertambangan atau mining di wilayah hulu yang berada di bagian atas Gunung Lero.

Lebih lanjut, Doni masih menganalisa apakah penyerapan air ke dalam tanah tidak terjadi secara maksimal saat hujan lebat akibat gundul, sehingga menyebabkan air mengalir bebas menerjang di bagian hilir dan permukiman padat penduduk.

“Bagian selatan (Gunung Lero) yang mengarah ke Kota Masamba itu terkelupas (gundul). Kalau itu sudah lama, biasanya pasti kita bisa melihat ada tutupan sebagian dengan tanaman perdu, tanaman merambat misalnya. Tetapi tadi kita perhatikan dari jarak jauh (dari atas), itu belum ada tutupan, artinya masih baru,” jelas Doni.

Melihat adanya fenomena tersebut, Doni meminta kepada tim BNPB dibantu dengan beberapa kementerian dan lembaga agar melakukan analisa lebih jauh sehingga langkah-langkah penanganan dan solusi segera dapat diambil.

“Apakah ini kejadian akibat curah hujan saja, tentu tim BNPB yang sudah ditugaskan beberapa hari yang lalu tentunya dengan tim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) dan juga beberapa lembaga yang lain kerja sama, untuk kemudian melakukan analisa sehingga dapat menjawab apa yang menjadi penyebab utama,” jelas Doni.

Baca Juga :  Polres Luwu Utara Ringkus Pelaku Narkoba bersama Barang Bukti Sabu Siap Edar

Kemudian faktor yang terakhir adalah karakteristik bebatuan yang mudah longsor di wilayah hulu dataran tinggi, ditambah lokasi tersebut merupakan pertemuan beberapa sesar aktif. Di sisi lain, kemiringan lereng di bagian hulu DAS Balease di wilayah Gunung Lero juga tergolong curam dengan tingkat elevasi 60 hingga hampir mendekati 90 derajat.

“Ini menjadi catatan bagi kita semua, khususnya Pemerintah Kabupaten Luwu Utara, agar daerah-daerah yang berada di wilayah kawasan bantaran sungai terutama yang padat permukiman penduduk, sudah harus dipikirkan mitigasinya ke depan. Supaya kasus seperti ini tidak terulang kembali dan kemudian hari tidak menimbulkan korban jiwa seperti ini,” kata Doni.

Menurut keterangan yang didapatkan Doni dari penjelasan Bupati Luwu Utara, kejadian serupa sebelumnya pernah terjadi pada tahun 1982 dengan jumlah korban yang lebih sedikit. Melihat dari hasil analisa tersebut, Doni meminta agar hal itu dapat dijadikan evaluasi dalam menjaga keseimbangan alam.

Baca Juga :  Lewat Pantauan Udara, Gubernur Tinjau Hulu Sungai Masamba dan Radda Lutra

“Tahun 1982 awal pernah terjadi hal yang seperti ini, namun jumlah korbannya tidak banyak,” jelas Doni.

Dia juga menegaskan kepada seluruh komponen, agar jangan sampai ekosistem dan keseimbangan alam terganggu karena masyarakat dan pemerintah abai dan tidak mengelola dengan baik.

“Kejadian ini (banjir bandang) merupakan evauasi bagi kita agar bersungguh-sungguh memperhatikan dan menata keseimbangan ekosistem,” ujar Doni.

“Jangan sampai alam terganggu karena kita mengelolanya tidak tepat,” pungkas Doni.

Dalam peninjauan tersebut, BNPB sekaligus menyerahkan bantuan berupa Dana Siap Pakai (DSP) untuk penanganan dan pemulihan banjir bandang, satu buah motor trail 250 cc, 10 tenda pengungsi dan 1.000 paket sembako.

Sebagai dukungan distribusi logistik dan evakuasi, BNPB juga meminjamkan satu unit helikopter jenis Dolphin.

Berdasarkan data sementara yang dihimpun tim Pusat Pengendali dan Operasi BNPB hingga Jumat (17/7), banjir bandang yang menerjang wilayah Massamba, Luwu Utara mengakibatkan 35 jiwa meninggal dunia, 67 dalam pencarian, 51 luka-luka dan 14.438 mengungsi di tiga Kecamatan meliputi Kecamatan Sabbang, Kecamatan Baebunta dan Kecamatan Masamba.(*)

Baca artikel terbaru Sulselpedia di Google News