Sulselpedia.com – PT Pelabuhan Indonesia IV (Persero) adalah salah satu dari sekian banyak BUMN yang sudah menjelajahi pasar global melalui program direct call dan direct export atau pengapalan langsung komoditas ekspor ke luar negeri.
Awal menjajal pasar dunia, Pelindo IV menggandeng perusahaan pelayaran internasional asal Hongkong, SITC, dengan pengiriman pertama sebanyak 30 box kontainer ke beberapa negara tujuan di Asia seperti China, Korea, Bangkok, Thailand dan Jepang.
Ibarat pohon, kini Pelindo IV mulai memetik buah manis dari upayanya memasuki pasar dunia. Dari awalnya hanya 30 box kontainer per minggu yang bisa dibawa SITC ke negara-negara di Asia, kini jumlah itu terus merangkak jadi 300 box untuk sekali angkut dan telah menembus pasar Eropa dan Amerika Serikat juga Australia.
Direktur Utama PT Pelindo IV, Prasetyadi mengatakan, demi semakin melebarkan sayap di luar negeri, pihaknya saat ini tidak hanya bekerjasama dengan SITC tetapi juga telah berkolaborasi dengan SeaLand milik Maersk Line Group, tepatnya sejak Maret tahun ini, yang setiap minggu mengangkut sebanyak 70 hingga 90 box kontainer untuk dibawa ke luar negeri.
“Kawasan Indonesia Timur (KTI) memiliki cukup banyak komoditas unggulan. Wilayah ini cukup kaya dengan barang kebutuhan masyarakat di luar negeri dan pasar global sebenarnya masih cukup terbuka dengan hal ini, sehingga kami mencoba untuk memanfaatkan kesempatan itu dengan baik,” kata Prasetyadi.
Sejauh ini menurut Dirut Pelindo IV, beberapa pelabuhan kelolaan juga telah berkontribusi cukup banyak terhadap upaya Perseroan dengan program direct call dan direct export. Sebut saja Pelabuhan Pantoloan, Kendari, Balikpapan, Ambon, Jayapura dan Bitung. Dengan komoditas unggulan yang diekspor yaitu hasil perikanan, perkebunan dan kehutanan seperti plywood dari Papua.
Dari pelabuhan-pelabuhan tersebut, komoditas unggulan masing-masing wilayah dikirim ke luar negeri melalui Pelabuhan Makassar sebagai hub.
“Bahkan untuk Bitung tidak lagi melalui Pelabuhan Makassar, tetapi langsung mengirim komoditas yang ada ke Davao, Filipina,” ujarnya.
Tentunya ada cukup banyak manfaat besar yang dirasakan negeri ini dengan adanya pelayaran langsung ke luar negeri tersebut. Bagi masyarakat Indonesia, khususnya di KTI, tidak perlu lagi khawatir dengan harga barang yang melambung. Karena dengan direct call dan direct export, terbukti dapat memangkas disparitas harga barang yang selama ini cukup tinggi antara wilayah barat dan timur Indonesia.
Juga terjadi efisiensi waktu pengiriman, sehingga barang yang tiba masih dalam keadaan fresh dan menjadikan nilai barang tetap tinggi jika dibandingkan barang tiba dalam waktu perjalanan yang cukup lama karena masih harus mengalami proses handling lagi di Jakarta atau Surabaya.
Selain itu juga memangkas waktu tunggu kapal atau dwelling time. Ketersediaan barang juga selalu terjaga karena waktu tiba barang menjadi lebih cepat dibandingkan harus melalui Tangjung Perak, Surabaya atau Tanjung Priok, Jakarta. Sehingga masyarakat di KTI tak perlu khawatir dengan stok barang yang dibutuhkan.
Bagi daerah lanjut Prasetyadi, tentunya pendapatan dari pajak ekspor akan langsung masuk ke kas daerah, otomatis menambah jumlah Pendapatan Asli Daerah (PAD). “Ketika belum ada direct call dan direct export dari Makassar, pajak ekspor masuk ke daerah lain padahal barang yang diekspor dari KTI. Selain itu, masyakarat luar juga mengenal barang yang dikirim berasal dari Surabaya atau Jakarta, sementara yang sebenarnya adalah komoditas yang diekspor berasal dari wilayah-wilayah di KTI,” tukasnya.(*)