Sulselpedia.com – Otoritas Jasa Keuangan mendorong mulai bergeraknya kembali sektor riil dalam era adaptasi kebiasaan baru menuju masyarakat produktif dan aman Covid 19. Hal ini ditunjang stabilitas sektor jasa keuangan yang terjaga dengan kinerja intermediasi yang positif dan profil risiko tetap terkendali. OJK mendukung langkah Pemerintah yang menempatkan uang negara kepada bank umum dalam rangka percepatan Pemulihan Ekonomi Nasional.
Sejalan dengan stimulus restrukturisasi kredit dan pembiayaan di perbankan dan perusahaan pembiayaan, sampai dengan 15 Juni 2020, restrukturisasi kredit perbankan telah mencapai Rp 655,84 triliun dari 6,27 juta debitur. Untuk sektor UMKM, nilai restrukturisasi mencapai Rp 298,86 triliun yang berasal dari 5,17 juta debitur. Sedangkan untuk Non UMKM, realisasi restrukturisasi mencapai 1,1 juta debitur dengan nilai restrukturisasi sebesar Rp 356,98 triliun. Berdasarkan monitoring data mingguan maka pertumbuhan nilai dan jumlah debitur cenderung melambat.
Untuk perusahaan pembiayaan, per 16 Juni 2020, OJK mencatat sebanyak 183 perusahaan pembiayaan sudah menjalankan restrukturisasi pinjaman tersebut. Realisasinya, dari 4,15 juta jumlah kontrak permohonan restrukturisasi yang diterima perusahaan pembiayaan, sudah ada 3,43 juta yang disetujui. Adapun total nilainya mencapai Rp 121,92 triliun.
Posisi Mei 2020, kredit perbankan tumbuh sebesar 3,04% yoy, sementara piutang pembiayaan perusahaan pembiayaan terkontraksi sebesar 5,1% yoy. Penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan tumbuh sebesar 8,87% yoy. Industri asuransi berhasil menghimpun tambahan premi sebesar Rp15,6 triliun (Asuransi Jiwa: Rp8,86 triliun dan Asuransi Umum dan reasuransi: Rp6,69 triliun).
Sementara sampai dengan 23 Juni 2020, penghimpunan dana melalui pasar modal tercatat mencapai Rp39,6 triliun dari 22 emiten. Di dalam pipeline telah terdapat 83 emiten yang akan melakukan penawaran umum dengan total indikasi penawaran sebesar Rp44,6 triliun.
Profil risiko lembaga jasa keuangan pada Mei 2020 masih terjaga pada level yang terkendali dengan rasio NPL gross tercatat sebesar 3,01% dan rasio NPF sebesar 3,99%.Risiko nilai tukar perbankan dapat dijaga pada level rendah terlihat dari rasio Posisi Devisa Neto (PDN) sebesar 2,31%, jauh di bawah ambang batas ketentuan sebesar 20%.
Sementara itu, likuiditas dan permodalan perbankan berada pada level yang memadai. Hingga 17 Juni, Rasio alat likuid/non-core deposit dan alat likuid/DPK terpantau pada level 123,2% dan 26,2%, jauh di atas threshold masing-masing sebesar 50% dan 10%.
Permodalan lembaga jasa keuangan terjaga stabil pada level yang memadai. Capital Adequacy Ratio Bank Umum Konvensional tercatat sebesar 22,16% serta Risk-Based Capital industri asuransi jiwa dan asuransi umum masing-masing sebesar 627% dan 314%, jauh di atas ambang batas ketentuan sebesar 120%.
Perekonomian Indonesia pada Q2-2020 diprediksi akan mengalami kontraksi didasari antara lain oleh rilis data penjualan retail dan tingkat inflasi yang kurang positif. Selain itu, sektor ketenagakerjaan dan aktivitas manufaktur juga belum menunjukkan adanya perbaikan yang signifikan.
Sementara sentimen positif stimulus moneter bank sentral global berdampak positif terhadap kinerja pasar keuangan domestik yang bergerak menguat pada bulan Juni 2020. Sampai dengan 19 Juni 2020, pasar saham menguat sebesar 3,97% mtd dan pasar SBN relatif stabil dengan yield rata-rata menguat sebesar 19,4 bps mtd. Sejalan dengan penguatan tersebut, investor nonresiden mencatatkan net buy sebesar Rp1,83 triliun mtd (pasar saham: net sell Rp1,24 triliun; pasar SBN: net buy Rp3,07 triliun).(rls)