“Kami masih menunggu tim yang saat ini di Tiongkok. Setelah hasilnya diperoleh, baru kemudian bisa dinilai apakah memang semua persyaratan bisa dipenuhi oleh industri vaksin tersebut,” terangnya.
Dengan sejumlah pertimbangan dan persyaratan yang harus dipenuhi oleh produsen vaksin, maka keluarnya EUA dari BPOM dan sertifikat halal dari MUI dan Kemenag menandai bahwa produk tersebut dipastikan aman dari segi kehalalan serta tidak menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan.
“Efek samping ini tidak ada ya, tetapi kita tetap meminta data sharing dari vaksin tersebut. Kita juga telah membentuk tim untuk melakukan evaluasi dari pasca vaksinasi. Ini sudah menjadi SOP global,” kata Yuri.
Pihaknya menyebutkan pemerintah telah membuat skema siapa saja orang-orang yang diprioritaskan untuk menerima vaksin pada tahap awal. Pertama bagi tenaga kesehatan di RS Rujukan yang memberikan perawatan bagi pasien COVID-19, tenaga kesehatan di laboratorium tempat pemeriksaan spesimen COVID-19, dan tenaga kesehatan yang melakukan contact tracing untuk menemukan kasus baru. Kedua, publik services yang memberikan penegakan kedisiplinan protokol kesehatan seperti Satpol PP, TNI dan Polri. Publik services yang dimaksud juga termasuk pegawai yang memberikan layanan terhadap pengguna jasa bandara, stasiun, dan pelabuhan.
“Jumlah tenaga kesehatan ini kurang lebih sekitar 2 juta orang dan akan kita update terus. Karena tidak menutup kemungkinan adanya tambahan tenaga kesehatan di RS, data pasti ini yang tahu pihak RS,” Ucapnya.
Yuri mengatakan bahwa 9,1 juta dosis vaksin COVID-19 yang diperuntukkan bagi kelompok tersebut diberikan secara gratis dengan pembiayaan sepenuhnya ditanggung APBN. Selain pembiayaan dari APBN, saat ini pemerintah tengah menyusun skema vaksinasi dengan pembiayaan mandiri.
Lebih lanjut, pihaknya menjabarkan bahwa tidak semua golongan usia akan menerima vaksinasi COVID-19. Ada kelompok usia yang dikecualikan yakni kelompok usia 0-18 tahun, 60 tahun keatas serta orang dengan penyakit penyerta (komorbid) berat. Hal ini mengacu pada uji klinis fase 3 yang dilakukan oleh Sinovac dan CanSino bahwa vaksinasi hanya diberikan untuk kelompok usia 18-59 tahun.
“Kami tidak memiliki uji klinis pada usia 0-18 tahun, maupun usia 60 tahun keatas. Sehingga belum akan diberikan vaksinasi pada kelompok tersebut, tapi bukan berarti kita abaikan, kita akan terus melakukan penelitian dan pengembangan. Tetapi untuk saat ini kita berikan pada kelompok usia tersebut (18-59 tahun),” kata Yuri.
Di samping menjalin komitmen dengan produsen vaksin dari luar negeri, Indonesia melalui Lembaga Eijkman terus melakukan penelitian dan pengembangan Vaksin Merah Putih. Di rencanakan, pada kuartal empat tahun 2021 telah selesai melakukan uji klinis fase ketiga. Sehingga pada tahun 2022, Indonesia telah mandiri menggunakan vaksin produksi dalam negeri.
Kendati proses penemjan vaksin telah menemukan titik terang, Yuri menekankan bahwa bukan berarti pandemi COVID-19 telah usai. Menurutnya, vaksin hanya melindungi dari sakit bukan melindungi dari paparan COVID-19. Untuk itu, dia menegaskan bahwa masyarakat tidak boleh lengah dengan tetap disiplin menerapkan protokol kesehatan dalam proses adaptasi kebiasaan baru di semua tatanan kehidupan.
“Vaksin adalah pertahanan kedua, pertahanan pertama agar kita tidak terpapar yakni dengan protokol kesehatan. Tidak benar dengan adanya vaksin semuanya menjadi normal, kita memulai adaptasi kebiasaan baru dengan 3W yakni wajib memakai masker, wajib menjaga jarak dan wajib mencuci tangan pakai sabun,” tandasnya.(*)