Sulselpedia.com – Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Achmad Yurianto mengatakan bahwa saat ini Pemerintah Indonesia telah menjalin komunikasi secara intens dengan sejumlah produsen vaksin COVID-19 di 3 negara yakni Tiongkok, London dan Swiss. Bahkan tim gabungan dari K/L terkait telah dikirim ketiga negara tersebut. Ini disampaikan dalam temu media “Update Persiapan vaksin COVID-19 di Indonesia” yang digelar secara daring dan luring pada Senin (19/10) di Kementerian Kesehatan, Jakarta.
“Kemenkes bersama KemenBUMN, Kemenko Marinvest, Kemenag, BPOM, MUI, dan Biofarma bertemu beberapa produsen yang sudah selesai melakukan uji klinis fase 3 dan telah digunakan di negaranya. Tujuannya untuk mencari keamanan dan kehalalan bagi penduduk Indonesia,” kata Yuri.
Hingga kini tercatat ada 39 kandidat vaksin di seluruh dunia dengan perkembangan pengujian yang berbeda. Ada yang masih ditahap uji coba di laboratorium, ada yang telah masuk uji klinis fase 1 maupun 2, kemudian ada juga yang selesai uji klinis fase 3. Dari jumlah yang ada, tentunya yang menjadi kandidat kuat untuk saat ini adalah yang telah menyelesaian uji klinis fase 3 sehingga terjamin keamanannya.
Di Indonesia, Pemerintah telah mengidentifikasi dan menjajaki kerjasama dengan 4 produsen vaksin yakni Sinovac, Sinopharm dan CanSino dari Tiongkok, kemudian AstraZeneca dari Inggris. Dari keempat produsen tersebut, seluruhnya telah memberikan komitmen untuk mengirimkan vaksin COVID-19 bagi Indonesia.
Untuk AstraZeneca, dari hasil kunjungan Indonesia ke Inggis dan Swiss didapati komitmen bahwa mereka sanggup memberikan sebanyak 100 juta dosis vaksin yang rencananya akan mulai diberikan secara bertahap terhitung mulai Maret 2021.
Selanjutnya, untuk Sinovac telah memberikan komitmen untuk memberikan 3 juta vaksin siap pakai yang akan dikirim secara bertahap yakni 1,5 juta pada November dan 1,5 juta pada Desember mendatang. Dengan pemberian dual use, apabila satu orang diberikan 2 kali suntikan maka jumlah tersebut dapat digunakan untuk 1,5 juta orang. Pada 2021, Sinovac berkomitmen untuk mengirimkan secara bertahap bahan baku pembuatan vaksin.
“Dari Sinovac, dia akan memberikan kesempatan bagi Biofarma untuk memproduksi vaksin ini di Indonesia,” ucapnya.
Selanjutnya dari Sinopharm berkomitmen untuk memberikan 15 juta dosis vaksin kepada Indonesia pada Desember 2020. Dengan pemberian dua kali vaksinasi, maka jumlah tersebut bisa diberikan untuk 7,5 juta orang. Di samping Tiongkok, Vaksin dari Sinopharm saat ini telah menyelesaikan uji klinis fase 3 termasuk di Tiongkok, Uni Emirat Arab (UEA) dan Turki. Bahkan otoritas di Tiongkok dan UEA telah mengeluarkan izin penggunaan vaksin tersebut. Menyusul dengan perizinan yang telah dikeluarkan, pemerintah Indonesia berupaya meminta data sharing untuk selanjutnya dipelajari oleh BPOM bersama MUI dan Kemenag.
Kandidat vaksin terakhir dari Tiongkok yang dijajaki oleh Indonesia adalan CanSino. Vaksin tersebut telah diuji di negara Arab Saudi dan Kanada. Untuk menjamin keamanan produk, Emergency Use Authorization (EUA) telah dikelurkan oleh otoritas setempat.
“Mereka sanggup memberikan 100 ribu dosis, dengan diberikan single dose makan bisa diberikan untuk 100 ribu orang,” terang Yuri.
Merujuk pada komitmen dari ketiga produsen tersebut, Pemerintah mencatat sebanyak 9,1 juta vaksin akan tersedia hingga akhir 2020. Adapun kepastian mengenai waktu ketersediannya, bergantung pada Emergency Use Authorization yang dikeluarkan oleh BPOM serta rekomendasi kehalalan dari MUI dan Kemenag.
“Semuanya direncanakan selesai akhir Oktober, diharapkan awal November dapat kepastian terminologi manfaat dan akibat dari BPOM serta keamanan dari aspek kehalalan dari Kemenag dan MUI,” tutur Yuri.
Wakil Direktur LPPOM MUI Muti Arintawati yang turut hadir dalam acara tersebut mengatakan bahwa sejak awal MUI telah dilibatkan dalam persiapan penggunaan vaksin COVID-19 di Indonesia termasuk Vaksin Merah Putih. Ia menilai langkah tersebut merupakan komitmen kuat pemerintah untuk memastikan sejak awal bahwa vaksin COVID-19 terjamin kehalalannya.
Pihaknya menyebutkan setidaknya ada 3 hal penting yang harus diperhatikan untuk menentukan bahwa suatu produk dinyatakan halal. Pertama ketelusuran (traceability) yakni untuk mengetahui apakah produk memakai bahan-bahan yang halal dan diproduksi dengan fasilitas yang terbebas dari kontaminasi yang menyebabkan produk menjadi tidak halal. Kedua, harus memiliki sistem jaminan halal yakni perusahaan harus memiliki komitmen yang kuat untuk menggunakan bahan, proses, fasilitas, dan prosedur yang memastikan bahwa produk yang di produksi terjamin kehalalannya. Kemudian yang ketiga, otentikasi yang dibuktikan dengan uji laboratorium untuk tidak ada kontaminasi maupun kepalsuan, sehingga dapat dibuktikan kehalalannya.
Terkait dengan proses sertifikasi halal vaksin COVID-19, Muti menyebutkan saat ini LPPOM masih menunggu hasil indentifikasi tim yang saat ini berada di Tiongkok, untuk selanjutnya menjadi pertimbangan apakah terbukti halal atau tidak.