Sulselpedia.com – Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Heryawan menanggapi kebijakan Pemerintah terkait kenaikan premi BPJS yang ditandai dengan terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020. Perpres ini memutuskan iuran peserta PBPU dan peserta BP kelas 1 sebesar Rp150.000, kelas 2 yakni sebesar Rp100.000, dan kelas 3, iuran yang ditetapkan sebesar Rp42.000. Angka ini lebih rendah dari Perpres 75/2019 yang sebesar Rp160.000 kelas I, kelas II sebesar Rp110.000, dan Rp51.000 kelas III.
Menurut Netty kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini telah mencederai kemanusiaan, dia menilai Pemerintah tidak memiliki kepekaan dan empati tehadap suasana kebatinan dan ekonomi masyarakat yang terpukul akibat Covid-19. “Maka kebijakan kenaikan ini sangat mencederai kemanusiaan,” ujarnya dalam rilis yang diterima Parlementaria, Kamis (14/5/2020).
Politisi Fraksi PKS ini beranggapan, Pemerintah telah memberikan kado buruk dan pil pahit bagi masyarakat di momen lebaran ini. Rakyat sudah gusar dengan banyaknya beban kehidupan yang ditanggung sendiri tanpa ada tanggung jawab dari penyelenggaran negara. Terlebih lagi rakyat masih dibebani dengan kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL), harga BBM yangg tak kunjung turun padahal harga minyak dunia telah turun, akibatnya daya beli masyarakat yang semakin menurun.
“Kebijakan kenaikan ini semakin mempersulit kehidupan masyarakat dan membuat hidup masyarakat semakin sengsara dan ambyar,” keluh Netty.
Dia mendesak, seharusnya Pemerintah fokus dalam penanganan kesehatan terhadap Covid-19 dengan menggunakan anggaran kesehatan yang sudah disiapkan. Jangan bikin pusing rakyat dengan kebijakan yang kontradiktif dan membingungkan. Dia pun mendorong agar, kebijakan subsidi yang diberikan kepada kelompok kelas 3 PBPU harus bisa dipertanggungjawabkan oleh pemerintah dan tepat sasaran mengingat carut marutnya persoalan data kepesertaan BPJS.
Apalagi jumlah peserta kelas 3 ini paling banyak dari kelas lainnya setelah terjadi migrasi dari kelas 1 dan 2 ke kelas 3 yang diakibatkan kenaikan premi Perpres 75/2019. Menurutnya, seharusnya Pemerintah melaksanakan putusan MA yang membatalkan sebagian Perpres 75/2019 ini, secara sungguh-sungguh karena putusan ini mengikat.
“Jangan malah bermain-main dan mengakali serta mencederai hukum dengan menerbitkan Perpres 64/2020 ini. Seharusnya pemerintah menjadi contoh sebagai institusi yang baik dan taat hukum, jangan malah sebaliknya,” ungkap Netty.(*)