Aksi Peringatan Hari Pahlawan Berujung Ricuh, Pakar Ingatkan Penyampaian Kritik Harus Cerdas dan Konstruktif

SULSELPEDIA – Peringatan Hari Pahlawan yang jatuh setiap tanggal 10 November seharusnya menjadi momentum sakral bagi seluruh rakyat Indonesia untuk melakukan refleksi mendalam atas nilai-nilai perjuangan dan pengorbanan para pahlawan bangsa.

Namun, sorotan tajam seringkali mengarah pada segelintir aksi yang justru mencederai makna luhur peringatan ini, terutama jika berakhir dengan tindakan anarkisme.

Menanggapi kejadian ini, Pakar Inovasi publik dan Kepemudaan, Bachtiar Baso, menyuarakan keprihatinannya yang mendalam. Menurutnya, semangat perjuangan para pahlawan harusnya diimplementasikan melalui cara-cara yang konstruktif dan cerdas, bukan dengan kekerasan.

Tiar sapaannya menegaskan bahwa mahasiswa sebagai agen perubahan memiliki hak konstitusional untuk menyampaikan aspirasi dan melakukan aksi demonstrasi (unjuk rasa). Namun, ia sangat menyayangkan jika aksi tersebut berujung pada kericuhan dan tindakan anarkis, apalagi dilakukan pada momen sakral Hari Pahlawan.

Baca Juga :  PMII Rayon Teknik UNM Kecam Tindakan Represif Aparat Kepolisian Kepada Massa Aksi PMII Komisariat Talasalapang

“Saya kira, aksi menyampaikan pendapat di muka umum itu wajib dilindungi. Itu adalah bagian dari demokrasi. Mahasiswa boleh beraksi, bahkan harus kritis,” ujar Bachtiar saat dihubungi.

“Namun, yang harus ditekankan adalah jangan sampai anarkis. Nilai-nilai kepahlawanan itu mengajarkan kita untuk berjuang dengan terhormat dan bertanggung jawab, bukan merusak atau menimbulkan kerugian bagi masyarakat lain,” lanjutnya.

Baca Juga :  Polisi Amankan 13 Orang Terkait Kasus Pengrusakan Kantor Nasdem Makassar

Alumnus program doktoral UNM ini menambahkan bahwa peringatan Hari Pahlawan seharusnya menjadi momentum refleksi kolektif, meneladani semangat patriotisme dan kepedulian sosial yang tinggi.

“Aksi yang ricuh dan anarkis itu justru mencederai makna Hari Pahlawan. Para pahlawan kita berjuang untuk kemerdekaan dan ketertiban, bukan untuk kekacauan. Mahasiswa harus bisa memilah, mana kritik yang membangun dan mana tindakan yang hanya bersifat merusak citra perjuangan mereka sendiri,” tegasnya.

Tiar mengingatkan para aktivis mahasiswa untuk selalu mengedepankan intelektualitas dan etika dalam setiap pergerakan. Ia menyarankan agar energi dan idealisme mahasiswa disalurkan melalui jalur-jalur yang lebih efektif dan damai, seperti diskusi publik, audiensi, atau kajian akademik yang solutif.

Baca Juga :  Menyemai Makna pada Peringatan Hari Pahlawan

“Gerakan mahasiswa harus kembali ke khittahnya, yaitu sebagai kekuatan moral dan kontrol sosial. Tunjukkan bahwa kritikan kalian didasari oleh data, kajian, dan solusi yang cerdas,” pungkasnya.

Insiden kericuhan ini menjadi catatan penting bagi semua pihak, baik aparat keamanan maupun elemen mahasiswa, untuk lebih menahan diri dan menjaga kondusivitas, terutama dalam merayakan hari-hari besar bersejarah bangsa.(*)

Baca artikel terbaru Sulselpedia di Google News